MENGANALISIS KESIAPAN INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN DAN PENEGAKAN HUKUM KEJAHATAN GLOBAL BERBASIS INTERNET BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Agus Riwanto

Abstract


Utilization of information technology, media and internet-based communications have changed the behavior of the global community and civilization.The world is now flooded with information that is fast, accurate and perfect. The crimes accelerating adverse financial, social, cultural and political. Cybercrimes can be categorized as an extraordinary crime because it has crossed the state border. Cybercrimes prevention can not be done using ordinary legal models only (conventional), but also by a special law design (cyberlaw). Indonesia has had Act 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions. (UU ITE).

This study examines and learn more on this cybercerimes prevention policies based on UU ITE. Is the model of the arrangement was in accordance with the principles of the theory of criminalization policies and efforts to what should be done so that UU ITE can be effectively enforced, when compared with the setting cybercrimes committed several countries.

The method used is a socio-legal research, legal research that combines science, law and social science (interdisciplinary) With the approach of the principles / legal purposes. Data obtained from secondary data, literature (library recearch).

It was found that, setting criminalization is harmonization with the model adopted set forth in the Convention on Cybercrimes, but do not provide specific about pornography and child exploitation. Then the model is to make special rules. ITE Law does not regulate the matter of crime of Phishing and Spamming. The sanctions pidanya still adhered to the classical model (classic school), reflected by the still imposing sanctions of imprisonment and fines and other sanctions are no alternatives. Criminalization policy in UU ITE is not in accordance with the theories of criminal policy is still multiple interpretations and ambiguous, not in accordance with the principles of the model law adopted in the Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). This law is contrary to the Criminal Code in addition also contrary to the human rights aspects and in granting sanction differ from the prevalence of crime in the setting of a specific nature (lex), like the Election Law, the Child Protection Law, Law on Corruption, the Law Narkoba.Desain criminal policy in this ITE Law can not be effective, especially when compared with the setting cybercrimes committed several countries, namely Azerbaijan, Beylorusia, Georgia, Hungary, Kazakhstan, Latvia, Peru and Russia were put, criminal social work, fines and revocation of certain rights as a way of giving sanctions on crime cybercrimes. In order UU ITE is to be effective then forwards the criminal politics cybercrmes Indonesia needs to adopt the models in these countries.

Keywords: Prevention and Law Enforcement, Cybercrimes, ITE Act.

Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi berbasis internet telah mengubah perilaku masyarakat maupun peradaban global. Dunia kini dibanjiri informasi yang cepat, akurat dan sempurna. Kejahatannyapun mengalami percepatan yang merugikan finansial,sosial, budaya dan politik. Kejahatan berbasis internet (cybercrimes) dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes) karena telah melintasi batas negara (transnational crimes).Penanggulangan cybercrimes tidak dapat dilakukan dengan menggunakan model hukum biasa (konvensional), melainkan dengan melakukan desian hukum khusus (cyberlaw).Indonesia telah memiliki Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (UU ITE).

Penelitian ini mengkaji dan mendalami tentang kebijakan penanggulangan kejahatan cybercerimes ini berdasarkan UU ITE. Apakah  model pengaturannya telah sesuai dengan asas-asas dalam teori kebijakan kriminalisasi dan upaya apa yang harus dilakukan agar UU ITE ini dapat efektif ditegakan, bila dibandingkan dengan pengaturan cybercrimes yang dilakukan beberapa negara.

Metode yang digunakan adalah penelitian sosio-legal, yakni penelitian hukum menggabungkan ilmu hukum dan ilmu sosial (interdisipliner).Dengan pendekatan asas-asas/tujuan hukum. Data diperoleh dari data sekunder berupa data kepustakaan (library recearch).

Ditemukan hasil bahwa, pengaturan kriminalisasinya menganut model harmonisasi dengan kriminalisasi yang diatur dalam Convention on Cybercrimes, namun tidak mengatur secara tegas soal pornografi dan eksploitasi anak. Kemudian modelnya adalah dengan membuat aturan lex specialis. UU ITE ini tidak mengatur soal kejahatan Phising dan Spamming. Adapun pemberian sanksi pidanya masih menganut model klasik (classic school), dicerminkan dengan masih menjatuhkan sanksi pidana penjara dan denda dan tidak menyediakan alternatif sanksi lain. Kebijakan kriminalisasi dalam UU ITE tidak sesuai dengan teori-teori kebijakan kriminal masih multitafsir dan ambigu, tidak sesuai dengan asas model law yang dianut dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). UU ini selain bertentangan dengan KUHP juga bertentangan dengan aspek HAM dan dalam pemberian sanksinya berbeda dari kelaziman dalam pengaturan kejahatan yang bersifat khusus (lex specialis), seperti UU Pemilu, UU Perlindungan Anak, UU Korupsi, UU Narkoba.Desain kebijakan kriminal dalam UU ITE ini tidak dapat berlaku secara efektif, terutama bila dibandingkan dengan pengaturan cybercrimes yang dilakukan beberapa negara, yakni Azerbaijan, Beylorusia, Georgia, Hungaria, Kazakstan, Latvia, Peru dan Rusia yang menempatkan, pidana kerja sosial, denda dan pencabutan hak-hak tertentu sebagai cara memberikan sanksi pada tindak kejahatan cybercrimes. Agar UU ITE ini dapat berlaku efektif maka ke depan politik kriminal cybercrmes Indonesia perlu mengadopsi pada model di negara-negara tersebut.

Kata Kunci: Penanggulangan dan Penegakan Hukum, Kejahatan Internet, UU ITE.


Full Text: PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.